Jakarta -
Bawaslu telah merekomendasikan
pemungutan suara susulan di Sydney, Australia, untuk pemilih yang telah mendaftar tapi belum mencoblos. Sebelum rekomendasi itu terbit, ada sederet fakta-fakta di baliknya.
Kronologi Versi PPLN SydneyPencoblosan Pemilu 2019 di Sydney pada 13 April 2019 'kisruh' gara-gara ada pemilih yang tidak bisa mencoblos karena TPS sudah ditutup. PPLN Sydney kemudian menjelaskan duduk perkara pemungutan suara yang lokasinya hampir semua merupakan gedung sewaan itu.
Pemungutan suara dimulai pukul 08.00 sampai 18.00 waktu setempat. Pelayanan pertamanya diberikan kepada pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri (DPTLN) dan Daftar Pemilih Tambahan Luar Negeri (DPTbLN). DPTLN di PPLN Sydney sebanyak 25.381 pemilih. Pelayanan untuk pemilih DPTLN dan DPTbLN disebut berlangsung baik.
"Tidak sedikit pemilih yang datang adalah pemilih yang tidak terdaftar atau tidak tahu bahwa yang bersangkutan masuk dalam kriteria DPKLN (Daftar Pemilih Khusus Luar Negeri), yang mana DPKLN baru diperbolehkan mencoblos pada satu jam terakhir atau jam 17.00 sampai 18.00," jelas PPLN Sydney.
Pemilih DPKLN adalah pemilih yang belum terdaftar sebagai DPT dan baru mendaftar setelah tanggal penetapan DPTLN (12 Desember 2018). PPLN Sydney mengaku sudah memberi penjelasan kepada pemilih yang terkendala soal lokasi TPS hingga metode Pos atau TPS.
"Menjelang jam 17.00 atau mendekati waktu bagi DPKLN untuk melakukan pencoblosan, antrean pemilih mencapai puncaknya. Pemilih DPKLN yang ingin mencoblos memenuhi pintu masuk lokasi gedung TPS berada," jelas PPLN Sydney.
Ada Petisi Pemilu UlangKomunitas masyarakat Indonesia di Sydney, Australia, membuat petisi meminta adanya pemilu ulang di Sydney karena banyaknya warga Indonesia yang tidak dapat mencoblos.
Warga Indonesia disebut tidak dapat memilih karena proses yang panjang dan ketidakmampuan PPLN Sydney sehingga menyebabkan antrean tidak berakhir sampai pukul 6 sore waktu setempat. PPLN juga disebut sengaja menutup TPS tepat pukul 6 sore, tanpa menghiraukan pemilih yang telah antre.
Fakta Pria di Video ViralDalam video yang viral, tampak sejumlah WNI berada di luar pagar Konsulat Jenderal RI dan memprotes karena tidak bisa masuk lagi. Kemudian, tampak seorang pria berjas yang berjalan ke pagar dan berbicara kepada WNI.
Ketua PPLN Sydney Heranudin menjelaskan sosok pria di video tersebut. Dia bukan petugas KPPS, melainkan relawan salah satu pasangan calon Pilpres 2019.
"Yang bersangkutan adalah relawan salah satu paslon, kalau tidak salah namanya Samsul Bahri," kata Heranudin, Selasa (16/4/2019).
Heranudin membenarkan pria itu bukanlah WNI. "Dia sudah teridentifikasi sebagai WNA," tambahnya.
Lalu, mengapa seorang WNA bisa berada di TPS pencoblosan pemilu RI? Heranudin sendiri mengaku baru tahu bahwa pria itu WNA setelah pencoblosan.
"WNA seharusnya tidak boleh masuk meskipun relawan paslon. Saya sendiri baru tahu Sabtu malam yang bersangkutan sudah menjadi WNA," ujar Heranudin.
Bawaslu Rekomendasikan Pencoblosan SusulanBawaslu menyatakan ada prosedur yang tidak sesuai dalam pemungutan suara saat Pemilu 2019 di Sydney, Australia. Oleh sebab itu, Bawaslu memerintahkan pemungutan suara susulan untuk pemilih yang sudah terdaftar.
"Bawaslu menerima keterangan dari Panwaslu Sydney bahwa penutupan TPS dilakukan pukul 18.00 waktu setempat, sementara masih ada pemilih dalam keadaan antrean menggunakan hak pilih sehingga menyebabkan pemilih tidak bisa menggunakan hak pilih," kata anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (16/4/2019).
Penutupan TPS saat masih ada pemilih yang antre itu tidak sesuai dengan prosedur, tata cara, dan mekanisme yang sudah diatur. Oleh sebab itu, Bawaslu menerbitkan rekomendasi.
"Bawaslu merekomendasikan sebagai berikut, memerintahkan PPLN Sydney melalui KPU RI untuk melakukan pemungutan suara susulan di TPS bagi pemilih yang sudah mendaftarkan dirinya tapi belum dapat menggunakan hak pilihnya," ucap Fritz.
(imk/knv)